JourneyVertical.com. Kalau dulu lari sering dianggap olahraga sederhana yang bisa dilakukan kapan saja, sekarang ceritanya udah beda banget. Di tahun 2025, muncul fenomena baru yang disebut Running FOMO. Bukan cuma sekadar olahraga, running FOMO udah jadi tren sosial, gaya hidup, bahkan semacam “budaya baru” di kalangan generasi muda.
FOMO sendiri singkatan dari Fear of Missing Out, rasa takut ketinggalan momen seru yang lagi ramai. Kalau diterapkan ke dunia olahraga lari, artinya banyak orang merasa “nggak mau ketinggalan” event, komunitas, atau postingan keren tentang lari. Inilah yang bikin fenomena running FOMO semakin membesar.
Bagaimana Running FOMO Muncul?

Event’ maraton semakin marak diadakan, baik di level lokal, nasional, regional maupun internasional. Pavel1964/shutterstock.
Fenomena ini lahir dari kombinasi beberapa hal:
- Ledakan Media Sosial
Instagram, TikTok, dan Strava jadi tempat pamer progress lari. Dari catatan pace sampai foto di garis finish, semua orang pengen posting. Melihat orang lain update, akhirnya kita juga ikutan supaya nggak merasa ketinggalan. - Event Lari yang Semakin Kreatif
Sekarang lari nggak lagi monoton. Ada fun run dengan konsep unik, color run dengan bubuk warna, bahkan midnight run yang bikin olahraga jadi ajang hiburan. Semakin seru event, semakin banyak orang pengen ikutan. - Komunitas yang Berkembang Pesat
Di kota-kota besar, komunitas lari bermunculan dengan ratusan anggota. Lari jadi lebih rame, nggak individual lagi. Rasa kebersamaan inilah yang bikin orang makin takut ketinggalan. - Tren Gaya Hidup Sehat
Setelah pandemi, kesadaran hidup sehat meningkat. Olahraga lari jadi cara mudah menjaga kesehatan sekaligus bergabung dalam tren populer.
Lari Bukan Sekadar Olahraga, Tapi Budaya Populer
Dulu, orang lari lebih untuk kesehatan pribadi. Sekarang, lari punya makna lebih luas. Ada unsur identitas sosial. Misalnya, ketika seseorang posting foto pakai jersey event terkenal atau pamer finisher medal, itu bisa jadi simbol gaya hidup aktif dan modern.
Running FOMO juga bikin olahraga lari masuk ke ranah hiburan. Banyak brand besar sekarang sponsorin event lari karena tahu ini jadi tempat berkumpulnya anak muda. Bahkan ada yang bilang, ikut event lari itu mirip nonton konser, penuh semangat, dan jadi ajang eksistensi diri.
Mengapa Banyak Orang Takut Ketinggalan?
Fenomena running FOMO muncul karena ada dorongan psikologis:
- Takut nggak nyambung sama teman: Kalau semua teman di kantor atau komunitas ikut lari, kita juga merasa harus gabung biar nggak merasa asing.
- Takut kehilangan momen seru: Event lari biasanya sekali sebulan atau setahun. Kalau kelewatan, rasanya nyesel.
- Takut nggak update gaya hidup: Olahraga sekarang jadi bagian dari tren. Nggak ikutan, rasanya kayak ketinggalan zaman.
Dampak Positif dari Running FOMO

Aktivitas lari santai di luar ruangan, contoh gaya hidup sehat dengan manfaat running untuk kesehatan.
Meski kesannya hanya ikut-ikutan, fenomena ini punya banyak sisi positif:
- Meningkatkan Kesehatan
Banyak orang yang tadinya malas olahraga jadi rajin lari karena nggak mau ketinggalan tren. Dampaknya jelas: tubuh lebih bugar, stamina meningkat. - Membentuk Kebiasaan Baik
Running FOMO bisa jadi pintu masuk buat orang mulai rutin olahraga. Dari yang awalnya sekadar seru-seruan, lama-lama jadi hobi. - Menguatkan Rasa Kebersamaan
Komunitas lari bikin orang merasa punya support system. Semangat bareng-bareng jauh lebih seru ketimbang lari sendirian. - Mendorong Pariwisata
Banyak event lari diadakan di lokasi wisata, misalnya di pantai, gunung, atau jalan kota besar. Ini bikin daerah wisata ikut berkembang.
Tapi, Ada Sisi Negatif Juga
Fenomena running FOMO juga punya sisi yang perlu diwaspadai:
- Olahraga Karena Ikut-ikutan
Banyak yang ikut lari tanpa persiapan, akhirnya cedera. Ingat, tubuh perlu adaptasi. - Tekanan Sosial
Ada orang yang merasa terpaksa ikut event demi postingan sosial, bukan karena benar-benar suka. - Biaya yang Nggak Kecil
Event lari kadang mahal. Ditambah beli sepatu lari, jersey, hingga aksesoris. Kalau terlalu ikut-ikutan, dompet bisa jebol.
Fenomena Running FOMO di Tahun 2025

Peserta lari perempuan berlari bersama di jalan, menggambarkan momen seru running fomo.
Tahun ini, running FOMO makin “meledak” dengan beberapa tren baru:
- Virtual Run – meski event offline ramai, virtual run masih populer karena fleksibel.
- Tech & Wearables – jam tangan pintar, aplikasi tracking, dan sepatu lari berteknologi tinggi jadi bagian dari gaya hidup lari.
- Event Hybrid – ada event lari yang sekaligus konser musik, festival makanan, bahkan kampanye sosial.
- Konten Viral – challenge lari 30 hari di TikTok bikin makin banyak orang ikut-ikutan.
Tips Menghadapi Running FOMO
Kalau kamu pengen ikutan tren ini, ada beberapa cara biar pengalamanmu lebih sehat dan menyenangkan:
- Kenali Batas Tubuhmu
Jangan terlalu memaksakan diri hanya demi gengsi. Mulailah dengan jarak pendek, lalu tingkatkan pelan-pelan. - Fokus ke Proses, Bukan Hanya Hasil
Jangan cuma mikir posting foto finisher. Nikmati setiap langkah lari, rasakan manfaat kesehatannya. - Ikut Komunitas yang Supportif
Pilih komunitas yang mendorongmu berkembang, bukan yang bikin kamu tertekan. - Bijak dalam Biaya
Nggak harus ikut semua event. Pilih yang sesuai budget dan memang kamu minati.
Penutup: Running FOMO, Tren yang Bisa Jadi Gaya Hidup Positif
Fenomena Running FOMO di 2025 menunjukkan kalau olahraga lari udah lebih dari sekadar aktivitas fisik. Ia jadi budaya populer, gaya hidup, bahkan simbol eksistensi sosial. Memang ada sisi negatifnya kalau ikut-ikutan tanpa kontrol, tapi kalau dijalani dengan bijak, running FOMO bisa jadi pintu masuk menuju hidup sehat, komunitas yang positif, dan pengalaman seru yang nggak terlupakan.
Jadi, kalau kamu lihat teman posting foto medali atau update Strava, jangan cuma merasa “ketinggalan”. Coba rasakan sendiri atmosfernya. Siapa tahu, dari fenomena ikut-ikutan, kamu justru menemukan passion baru yang bisa menemani perjalanan hidupmu ke depan.

