JourneyVertical.com. Naik gunung memang seru, menantang, dan bikin nagih. Tapi di balik indahnya pemandangan dan semangat menaklukkan puncak, ada satu bahaya yang sering muncul diam-diam tanpa disadari: hipotermia di gunung. Kondisi ini bukan hal sepele, bahkan bisa berujung fatal jika tidak segera ditangani dengan benar.
Banyak pendaki, terutama yang masih baru, berpikir bahwa kedinginan adalah hal biasa di gunung. Padahal, saat suhu tubuh mulai turun di bawah batas normal, tubuh bisa kehilangan kemampuan untuk menjaga fungsi vitalnya. Hipotermia bukan hanya soal merasa dingin, tapi soal tubuh yang perlahan berhenti bekerja sebagaimana mestinya.
Bayangkan kamu mendaki di tengah kabut dan hujan, pakaian mulai basah, angin berembus kencang, dan suhu turun drastis. Tubuhmu menggigil hebat, jari tangan sulit digerakkan, bahkan bicara pun mulai terbata. Itulah tanda-tanda awal dari hipotermia yang sering diabaikan para pendaki.
Mengapa Hipotermia di Gunung Sering Terjadi

Timsar menolong seorang pendaki yang terkena Hipotermia di gunung. (sumber foto: intagram @izul_nm)
Gunung adalah tempat yang ekstrem. Suhu bisa berubah cepat dalam hitungan menit, terutama di malam hari atau saat hujan turun. Udara tipis di ketinggian membuat tubuh lebih cepat kehilangan panas, apalagi kalau pakaian tidak sesuai atau basah karena keringat dan hujan.
Banyak kasus hipotermia di gunung terjadi karena kombinasi tiga hal utama yaitu suhu dingin, pakaian yang tidak tepat, dan kelelahan. Ketika tubuh lelah, kemampuan untuk menghasilkan panas menurun. Saat itu, suhu tubuh bisa turun drastis tanpa terasa.
Selain itu, banyak pendaki yang menyepelekan hal kecil seperti makan dan minum cukup. Padahal, tubuh butuh energi untuk tetap hangat. Kalau perut kosong dan tubuh kehabisan tenaga, risiko hipotermia meningkat tajam.
Tanda-Tanda Hipotermia di Gunung yang Harus Diwaspadai
Tanda awal hipotermia sebenarnya mudah dikenali, asal kamu peka terhadap perubahan tubuh sendiri maupun teman satu tim. Biasanya dimulai dari menggigil hebat, bibir membiru, kulit pucat, hingga jari tangan dan kaki terasa mati rasa.
Di tahap berikutnya, korban mulai sulit bicara, berjalan tidak seimbang, bahkan terlihat kebingungan. Kalau kondisi ini dibiarkan, tubuh bisa berhenti menggigil karena kehabisan energi, lalu berujung pada kehilangan kesadaran. Inilah fase paling berbahaya karena suhu tubuh sudah terlalu rendah untuk bertahan hidup.
Hipotermia sering datang perlahan, membuat banyak pendaki tidak sadar kalau tubuhnya sedang dalam bahaya. Kadang, teman sependakian juga mengira korban hanya kelelahan. Karena itu, penting untuk saling memperhatikan satu sama lain, terutama saat cuaca mulai tidak bersahabat.
Cara Mengatasi Hipotermia di Gunung

Tetap aman di musim dingin ini dengan mempelajari lebih lanjut tentang hipotermia, termasuk siapa yang paling berisiko, tanda dan gejalanya, serta apa yang harus dilakukan jika seseorang mengalami hipotermia. (Sumber Foto: www.cdc.gov)
Langkah paling penting ketika menghadapi hipotermia di gunung adalah bertindak cepat dan tetap tenang. Jangan panik, tapi jangan menunda juga. Begitu gejala muncul, segera hentikan aktivitas pendakian dan cari tempat berlindung dari angin dan hujan.
Lepaskan pakaian yang basah dan ganti dengan pakaian kering. Kalau tidak ada pakaian kering, bungkus tubuh korban dengan selimut, jaket tebal, atau sleeping bag. Gunakan raincoat atau flysheet untuk menghalangi angin dari luar.
Hangatkan tubuh korban secara perlahan. Hindari menempelkan tubuh langsung ke sumber panas seperti api unggun, karena perubahan suhu mendadak bisa berbahaya. Cara yang lebih aman adalah dengan memanfaatkan panas tubuh manusia atau menggunakan botol berisi air hangat yang dibungkus kain. Tempelkan di area dada, leher, atau ketiak.
Jika korban masih sadar, berikan minuman hangat tanpa kafein seperti teh manis atau air jahe. Hindari kopi dan alkohol karena justru mempercepat hilangnya panas tubuh. Berikan juga makanan tinggi energi seperti cokelat, kurma, atau biskuit untuk membantu tubuh memproduksi panas dari dalam.
Sambil melakukan langkah-langkah tersebut, pantau terus kondisi korban. Pastikan napas dan detak jantungnya tetap stabil. Kalau korban mulai tidak sadar atau tidak merespons, segera cari bantuan medis.
Mencegah Hipotermia di Gunung

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Untuk mencegah hipotermia di gunung, persiapan adalah kunci utama. Jangan pernah menyepelekan perlengkapan dan pakaian. Gunakan sistem pakaian berlapis: lapisan dalam untuk menyerap keringat, lapisan tengah untuk menahan panas, dan lapisan luar untuk menolak angin dan air.
Hindari memakai pakaian berbahan katun karena bahan ini menyerap air dan sulit kering. Lebih baik gunakan bahan sintetis atau wol yang bisa tetap hangat walau lembap. Pastikan juga tangan, kepala, dan kaki selalu terlindungi karena bagian ini paling cepat kehilangan panas.
Selain itu, jangan biarkan tubuh kelelahan. Istirahat cukup, makan secara teratur, dan minum air yang cukup selama pendakian. Jika mulai merasa sangat dingin atau menggigil, segera hentikan perjalanan dan cari tempat aman untuk menghangatkan diri.
Pendaki berpengalaman tahu bahwa menjaga suhu tubuh itu sama pentingnya dengan menjaga stamina. Jadi, jangan ragu untuk berhenti sejenak jika kondisi cuaca memburuk atau tubuh mulai menunjukkan tanda tidak kuat menahan dingin.
Hipotermia di gunung memang bisa jadi momok yang menakutkan, tapi bukan berarti tidak bisa dihindari. Dengan persiapan yang matang, pengetahuan dasar pertolongan pertama, dan kesadaran untuk saling menjaga, risiko itu bisa ditekan sekecil mungkin.
Naik gunung seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membawa kebanggaan, bukan tragedi. Jadi sebelum berangkat, pastikan kamu sudah siap bukan hanya secara fisik tapi juga secara mental dan perlengkapan. Cuaca gunung tidak bisa diprediksi, tapi dengan pengetahuan yang cukup, kamu bisa menaklukkan dingin tanpa kehilangan kendali.
Menikmati keindahan alam memang luar biasa, tapi keselamatan selalu harus jadi prioritas utama. Karena di gunung, yang tampak tenang bisa menyimpan bahaya besar. Tetap waspada, jaga diri, dan jangan pernah anggap enteng dinginnya udara di ketinggian. Itulah kunci utama agar kamu bisa menikmati setiap pendakian tanpa harus berhadapan langsung dengan risiko hipotermia.

